erek erek harimau

2024-10-08 06:24:33  Source:erek erek harimau   

erek erek harimau,simbol mahjong,erek erek harimau

Jakarta, CNBC Indonesia- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menegaskan Indonesia membutuhkan pertumbuhan 6%-7% untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trapdan menjadi negara maju sebelum 100 tahun kemerdekaan pada 2045.

Mantan Menteri Keuangan yang juga merupakan ekonom senior Indonesia Chatib Basri mengatakan untuk bisa mencapai target tersebut ada beberapa cara yang bisa ditempuh pemerintah, termasuk memperbesar aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment(FDI).

Menurutnya untuk meningkatkan FDI, iklim investasi di Indonesia harus dijaga supaya investor menanamkan modal dan membuka lapangan kerja di dalam negeri.

Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) realisasi investasi penanaman modal luar negeri mencapai USD 50.267 juta di 2023. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan tahun 2022 yang hanya sebesar USD 45.605 juta.

"Karena itu, untuk membuat ekonominya relatif stabil, maka to fill the gap, untuk mengisi kekosongan ini, dia harus dibiayai melalui PMA. Maka penting sekali untuk menarik foreign direct investmentuntuk melakukan investasi di Indonesia. Atau alternatif terakhir adalah kombinasi dari tiga kebijakan yang saya sebut," ungkap Chatib dikutip Rabu (28/8/2024).

Baca:
Ada Pengetatan Kriteria Pengguna BBM, Subsidi Bisa Ditekan Rp35 T

Melihat kondisi tersebut, UOB Indonesia pun siap mendukung untuk mendorong pertumbuhan FDI. Hal ini mengingat UOB Indonesia memiliki salah satu fokus yang disebut konektivitas.

President Director UOB Indonesia, Hendra Gunawan mengatakan fokus tersebut ditujukan untuk menarik investasi asing dengan memanfaatkan jaringan layanan yang luas, sistem teknologi informasi, struktur modal yang baik, dan staf yang berkualitas.

"Kalau dilihat jaringan UOB Group itu terfokus pada Asia Tengara. Jadi untuk UOB, salah satu fokus kami apa yang disebut konektivitas. Dari sisi konektivitas, itu bagaimana kita menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia," ungkap dia kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Dalam menarik investor asing, UOB Indonesia memiliki Tim Foreign Direct Investment (Tim FDI) yang berjalan sejak 2013 bersama pemerintah dan otoritas bekerja sama mendorong investasi ke Indonesia. Menurut Hendra, Tim FDI bertugas meyakinkan invetor asing melaui jaringan yang dimiliki UOB untuk berinvestasi di Indonesia.

Menurut Hendra, keyakinannya menarik investasi ke Indonesia bukan tanpa alasan. Hendra mengatakan Indonesia cukup beruntung karena pertumbuhan kredit sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

"Indonesia itu unik dengan gejolak di dunia, Indonesia bisa dibilang brightspot, oleh karena itu banyak CEO dari negara barat datang untuk melihat kesempatan di Indonesia. Saya cukup optimis tahun ini akan masih banyak potensi ke Indonesia," tegas Hendra.

Baca:
Incar Lithium Afrika, Pemerintah RI Tawarkan Hal Ini

Hendra juga memastikan bahwa UOB Indonesia masih akan terus mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan FDI. Oleh karena itu tahun ini perekonomian akan lebih baik dari tahun lalu.

"Dengan tiga pilar bisnis UOB, connectivity, personalisation, dan sustainability, masih ada peluang Indonesia untuk tingkatkan konektivitas dengan negara lain, terutama di ASEAN. Kita bentuk tim untuk menarik investasi ke Indonesia," pungkas Hendra.

Untuk diketahui, Data think tank Parlemen Eropa menyebut ekonomi Indonesia unggul hampir di semua indikator penilaian. Dalam hal FDI dan laju inflasi, Indonesia lebih stabil dari waktu ke waktu dibandingkan dengan Uni Eropa. Pada tahun 2023, laju inflasi Indonesia hanya 3,7% sedangkan Uni Eropa mencapai 6,3%.


(dpu/dpu) Saksikan video di bawah ini:

Video: Komitmen UOB Indonesia Dorong Ekonomi & Investasi RI dan ASEAN

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Ekonomi Masih Stabil, UOB Indonesia Siap Tingkatkan Kekayaan Nasabah

Read more