agen62 login

2024-10-08 05:41:50  Source:agen62 login   

agen62 login,buku 303,agen62 loginJakarta, CNN Indonesia--

Dewan Keamanan PBBgagal lagi mengeluarkan resolusi terkait perang Israeldan Hamas meski korban di Gaza terus berjatuhan.

Upaya damai Israel dan Palestina juga terhambat karena pemerintahan Benjamin Netanyahu menolak gencatan senjata.

Perang yang terus berlanjut dan penolakan terhadap gencatan senjata membuat solusi dua negara kian tak tersentuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pilihan Redaksi
  • Kenapa PBB Tak Bisa Setop Agresi Israel ke Jalur Gaza Palestina?
  • Pasukan Israel Masuk ke Jantung Kota Gaza Tempur Sengit dengan Hamas
  • Baku Tembak Sengit, Hamas Klaim Hancurkan 6 Tank Israel di Jalur Gaza

Lalu, apa saja faktor yang menghambat upaya damai Israel-Palestina?

1. Israel tak patuh aturan

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau Fahmi Salsabila menilai upaya damai kerap mentok karena Israel tak mematuhi aturan.

"Buntu karena pihak Israel selalu tidak mematuhi aturan. Dan, tidak ada itikad baik dari negara Barat, terutama Amerika Serikat sebagai mediator yang murni, di tengah-tengah, tidak pro terhadap penjajah Israel," kata Fahmi kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/11).

Fahmi menilai Israel juga selalu melanggar perjanjian dan enggan mematuhi resolusi PBB atau hukum internasional.

Aturan yang dilanggar misalnya serangan terhadap warga dan objek sipil, serangan ke bantuan kemanusiaan, mengusir penduduk, hingga pendudukan Israel di Tepi Barat.

2. Tak ada sosok negarawan

Founder Foreign Policy Community of Indonesia Dino Patti Djalal mengatakan salah satu faktor yang menghambat upaya damai kedua Israel dan Palestina karena tak ada sosok negarawan.

Sosok negarawan itu harus muncul dari Israel dan Palestina. Mereka adalah orang-orang yang berani mengambil risiko di tengah konflik yang terus terjadi.

[Gambas:Video CNN]

Solusi dua negara nyaris tercapai usai Perdana Menteri Israel Ehud Barak bertemu Otoritas Palestina Yasser Arafat di Kamp David.

Ketika itu, Amerika Serikat berperan sebagai mediator. Namun, solusi ini gagal karena ditentang berbagai pihak di masing-masing wilayah.

Perundingan solusi dua negara terakhir berlangsung pada 2013.

Bersambung ke halaman berikutnya...

3. Penolakan dari kelompok radikal

Situasi politik di dalam negeri masing-masing juga menjadi hambatan.

Di pemerintahan Benjamin Netanyahu, kelompok sayap kanan mendominasi Israel. Mereka, kata Dino, tak tertarik dengan solusi dua negara.

Lalu di Palestina, muncul kelompok yang lebih ingin menghancurkan Israel ketimbang menerima solusi dua negara.

Selain itu, di internal Palestina juga tak satu suara. Hamas dan Fatah berselisih sejak pemilihan umum 2006 hingga sekarang.

Keduanya memang ingin memerdekakan Palestina tetapi menempuh jalan masing-masing. Hamas menggunakan cara militer untuk mencapai tujuan, sementara Fatah mengandalkan upaya diplomasi dan negosiasi.

Lihat Juga :
KILAS INTERNASIONALWarga Gaza Kibarkan Bendera Putih sampai Ahli Senjata Hamas Dibunuh

"Yang satu moderat, yang satunya lagi keras. Sampai sekarang perseteruan internal ini tidak pernah diakhiri," ujar Dino, dalam video yang diunggah di Instagram.

Ia kemudian berkata, "Tanpa persatuan dan kerja sama soal antara faksi Palestina kemerdekaan Palestina mustahil tercapai."

[Gambas:Infografis CNN]

4. Komunitas internasional pasif

Solusi dua negara memang disepakati masyarakat internasional, tetapi banyak negara yang tak berperan aktif lebih jauh membawa isu Palestina.

Dino menilai Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutters bahkan tak memainkan peran lebih banyak. AS dan Uni Eropa juga tak tertarik mendorong perundingan solusi dua negara.

Lihat Juga :
Jokowi Ungkap Diutus OKI Temui Biden buat Setop Perang Israel-Hamas

AS, di perang kali ini, bahkan menolak gencatan senjata karena takut Hamas bisa kembali menyerang Israel.

Di sisi lain, pihak yang dianggap akan mendukung penuh Palestina, negara-negara Arab, tak kompak mengenai konflik Israel dan Palestina ini.

Beberapa negara Arab di Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab hingga Bahrain bahkan membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Sejumlah pihak menilai normalisasi itu membuat Palestina merasa terkhianati.

Read more