ug88bet

2024-10-08 05:46:50  Source:ug88bet   

ug88bet,lionel messi tinggi,ug88betJakarta, CNN Indonesia--

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor berbau kolonial karena merupakan bekas warisan zaman Belanda.

Ia menyebut Istana Negara Jakarta sempat dihuni pemerintah kolonial pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten.

Kemudian di Istana Merdeka Jakarta dihuni oleh Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge. Sementara Istana Kepresidenan di Bogor dihuni oleh Gubernur Jenderal GW Baron van Imhoff.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Istana Kepresidenan Jakarta

Mengutip laman resmi Kementerian Sekretariat Negara, awalnya Istana Negara merupakan kediaman pribadi seorang warga negara Belanda bernama J.A. van Braam.

Bangunan itu didirikan pada 1796 tepat di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten hingga 1804 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Sieberg.

Namun, pemerintah Hindia-Belanda mengambil alih bangunan itu pada 1816. Bangunan tersebut lantas digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda. Oleh karena itu, istana ini disebut Hotel Gubernur Jenderal.

Beberapa peristiwa krusial terjadi di Istana Negara kala itu seperti saat Jenderal de Kock memaparkan rencananya untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol kepada Gubernur Jenderal Baron van der Capellen.

Lalu, Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel.

Lihat Juga :
Megawati Tak Hadiri Upacara HUT RI di IKN Nusantara

Aslinya, bangunan Istana Negara bertingkat dua. Namun, tingkat dua diruntuhkan pada 1848. Kemudian bagian depan Istana Negara dibuat lebih lebar untuk menampilkan wajah yang lebih resmi sesuai dengan martabat pembesar yang menghuninya.

Pada bagian kiri kanan gedung utama dibangun tempat penginapan untuk para kusir dan ajudan Gubernur Jenderal.

Selain sebagai tempat untuk penginapan Gubernur Jenderal, gedung bekas rumah Van Braam juga difungsikan sebagai sekretariat umum pemerintahan.

Kantor-kantor sekretariat itu terletak di bagian bangunan yang menghadap ke sebuah gang yang diberi nama Gang Secretarie. Seiring berjalannya waktu, gedung itu tidak mampu menampung semua kegiatan yang semakin meningkat.

Pada 1869, Gubernur Jenderal Pieter Mijer mengajukan permohonan untuk membangun sebuah hotel baru di belakang Hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk.

Seorang Arsitek bernama Drossares diberi mandat untuk merancang gedung baru yang menghadap ke Koningsplein, yang saat ini dikenal sebagai Istana Merdeka.

Gagasan itu baru tuntas diwujudkan sepuluh tahun kemudian. Sementara itu, bangunan lama yang menghadap ke Rijswijk akhirnya diperluas.

Pasca kemerdekaan, Istana Negara menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947. Sutan Sjahrir mewakili Indonesia dan Dr. van Mook mewakili Belanda.



Berlanjut ke halaman berikutnya...

Istana Kepresidenan Bogor bermula dari orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia (Jakarta) mencari tempat untuk dihuni sebagai tempat peristirahatan.

Orang-orang Belanda beranggapan bahwa kota Batavia terlalu panas dan ramai, sehingga mereka perlu mencari tempat-tempat yang berhawa sejuk di luar kota Batavia.

Hal itu juga dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda, G.W. Baron van Imhoff. Ia berhasil menemukan sebuah tempat strategis di sebuah kampung bernama Kampong Baroe pada 10 Agustus 1744.

Pada 1745, Gubernur Jenderal van Imhoff membangun sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buitenzorg yang artinya bebas masalah/kesulitan.

Ia membuat sketsa bangunan dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.

Penamaan Buitenzorg itu juga termasuk wilayah perkampungan di sekitarnya, yang kini dikenal sebagai Kota Bogor.

Lihat Juga :
Lukisan Diponegoro dan Obsesi Kepahlawanan Presiden Jokowi

Gubernur Jenderal Belanda yang satu ini tercatat sebagai orang yang amat rajin membangun gedung. Namun, bangunan tersebut masih jauh dari selesai hingga masa dinasnya berakhir. Ia diganti oleh Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1750-1761).

Istana Kepresidenan Bogor mengalami rusak berat pada masa pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang pada 1750-1754.

Kala itu, pasukan-pasukan Banten dengan gagah berani menyerang Kampong Baroe dan membakarnya. Namun, pemberontakan itu berakhir dan mereka terpaksa harus tersingkir. Bahkan, perang tersebut mengakibatkan Kesultanan Banten menjadi rampasan Kompeni.

Bangunan van Imhoff yang sudah rusak berat itu diperbaiki kembali dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.

Pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811), gedung itu diperluas dengan memberikan penambahan lebar baik ke sebelah kiri maupun ke sebelah kanan gedung. Selain itu, gedung induk dijadikan dua tingkat.

Perhatian terhadap perluasan bangunan itu pun terus berlanjut. Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826). Di tengah-tengah gedung induk didirikan menara dan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya yang diresmikan pada 18 Mei 1817.

Istana Buitenzorg kembali mengalami kerusakan akibat gempa bumi yang mengguncang pada 10 Oktober 1834.

Lihat Juga :
Janji Prabowo untuk IKN: Saya Yakinkan, Kita Siapkan Anggaran Besar

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856), bangunan lama terdampak gempa dirobohkan dan dibangun kembali menjadi bangunan baru satu tingkat dengan mengambil arsitektur Eropa Abad IX.

Selain itu, dibangun pula dua buah jembatan penghubung Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri yang dibuat dari kayu berbentuk lengkung.

Pembangunan Istana Buitenzorg selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861).

Sembilan tahun kemudian tepatnya pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda.

Namun, kala masa pendudukan Jepang dimulai, Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer secara terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang.

Sebanyak 44 gubernur Jenderal Belanda pernah menjadi penghuni Istana Kepresidenan Bogor tersebut.

Pada akhir Perang Dunia II, Indonesia menyatakan kemerdekaannya dan Jepang bertekuk lutut kepada tentara Sekutu.

Sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih.

Sayangnya, tentara Ghurka datang menyerbu. Para pemuda dipaksa keluar dari istana. Buitenzorg yang namanya kini menjadi Istana Kepresidenan Bogor diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949.

Setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai digunakan oleh pemerintah Indonesia pada Januari 1950.

Read more