09 2d togel gambar

2024-10-08 06:06:51  Source:09 2d togel gambar   

09 2d togel gambar,unipin domino island,09 2d togel gambar

  • Ketegangan di timur Tengah yang semakin mendidih membuat laju IHSG dan rupiah bisa bergerak secara fluktuatif
  • Pekan ini akan ada rilis dua data ekonomi penting Indonesia yakni laju Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Manufaktur
  • Akan ada rilis PMI China dan Non Farm Payroll (NFP) Amerika Serikat

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia rawan terguncang setelah tensi geopolitik di Timur Tengah lebih panas, meningkatkan potensi kenaikan harga minyak mentah sehingga risiko lonjakan inflasi semakin tinggi.

Selain itu, pasar finansial akan bergerak mengikuti data dan kebijakan dari berbagai ekonomi dunia. Sentimen dari dalam negeri akan rilis data inflasi dan manufaktur Indonesia yang menjadi sorotan utama. Sementara dari luar negeri datang dari China dan Amerika Serikat, serta pidato pejabat The Fed, akan menjadi penggerak utama.

Ulasan beragam sentimen yang mempengaruhi gerak pasar keuangan Indonesia tersaji di halaman tiga. Kemudian dilanjutkan halaman empat ada agenda dan jadwal emiten serta rilis data ekonomi.

Baca:
Tanda Kiamat Terlihat Jelas di Kopi Brasil, RI Tinggal Tunggu Waktu?

Pasar keuangan Indonesia bergerak dengan volatil, baik pasar saham maupun nilai tukar rupiah, pada perdagangan pekan lalu.

Indeks Harga Saham Gabungan, indeks acuan utama pasar saham, berada di 7.696,92 pada penutupan perdagangan Jumat (27/9/2024), turun 0,6% dalam seminggu.

Penurunan perdagangan pekan lalu diiringi oleh aksi jual beli asing bersih yang cukup besar.

Berdasarkan statistik Bursa Efek Indonesia, nilai jual beli asing bersih tercatat Rp3,37 triliun. Nilai tersebut berbanding terbalik dari perdagangan minggu sebelumnya, di mana asing ramai membanjiri pasar saham Indonesia. Nilai beli bersih asing mencapai Rp4,71 triliun.

IHSG juga menjadi salah satu indeks dengan performa terburuk di regional Asia. Performa pasar saham RI kalah jauh dibandingkan dengan indeks saham Vietnam, India, Korea Selatan, dan Hong Kong.

Nasib mata uang Garuda tidak kalah 'ngenes' dibandingkan pasar saham. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar bak roller coaster pada pekan terakhir perdagangan September. Penyebabnya adalah sentimen.

Melansir Refinitiv,mata uang RI ditutup di angka Rp15.120/US$ pada perdagangan Jumat (27/9/2024), menguat 0,26% dari penutupan sebelumnya (26/9/2024).

Selama sepekan, nilai tukar rupiah berhasil menguat 0,17% dari posisi Rp15.195/US$ dan bahkan pada pekan ini tepatnya 25 September 2024, rupiah sempat menguat ke posisi Rp15.095/US$ dan merupakan posisi terkuat sejak 31 Juli 2023.

Baca:
Fenomena Ajaib Bumi Kedatangan Bulan Kembar, Begini Penjelasannya

Penyebab terjadinya fluktuasi di pasar keuangan Indonesia selama sepekan kemarin adalah ramai rilis kabar genting dari Amerika Serikat (AS) dan China.

The Conference Board melaporkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS sebesar 6,9 poin menjadi 98,7, penurunan terbesar sejak Agustus 2021.

Melemahnya kepercayaan konsumen AS ini membuat pasar memprediksi bahwa The Fed mungkin akan menurunkan suku bunga lebih lanjut, ini akan menekan dolar yang kemudian akan membuat aliran dana asing kembali mengalir deras ke Tanah Air.

Ekspektasi konsumen terhadap ekonomi AS dalam enam bulan ke depan turun menjadi 81,7, mencerminkan pesimisme yang kian meningkat. Kondisi ini diperburuk oleh pasar tenaga kerja yang melemah dan tingginya biaya hidup. Tekanan ini membuat konsumen AS lebih menahan belanja mereka, yang berdampak pada melemahnya dolar AS.

Dari sisi eksternal, sentimen positif bagi rupiah juga datang dari China. Bank Sentral China (PBoC) mengumumkan stimulus moneter besar-besaran, termasuk pemangkasan giro wajib minimum sebesar 50 basis poin dan suku bunga repo tujuh hari menjadi 1,5%.

Kebijakan ini diharapkan membantu mendorong perekonomian China yang sedang tertekan, memberikan dampak positif bagi perdagangan global dan mendukung penguatan rupiah.

Langkah PBoC ini memberikan kelonggaran bagi sektor properti dan rumah tangga di China, meskipun ada kekhawatiran terkait profitabilitas perbankan. Kombinasi sentimen negatif dari AS dan stimulus dari China menciptakan momentum positif bagi rupiah.

Adapun gejolak yang membuat rupiah turun adalah sentimen dari Amerika Serikat, yang tengah menantikan rilis data final pertumbuhan ekonomi (PDB) kuartal II-2024.

Konsensus pasar memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan meningkat signifikan, dari 1,4% menjadi 3%. Proyeksi ini mengindikasikan keberhasilan para pembuat kebijakan AS dalam mengendalikan inflasi tanpa memicu resesi.

Kondisi ini mendorong spekulasi bahwa bank sentral AS (The Fed) tidak akan segera menurunkan suku bunga, membuat pelaku pasar mengambil posisi lebih berhati-hati terhadap aset-aset berisiko, termasuk mata uang di negara berkembang seperti rupiah.

Selain itu, pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, dan beberapa pejabat tinggi lainnya turut menjadi fokus pasar global. Powell diperkirakan akan memberikan isyarat terkait arah kebijakan suku bunga di masa depan.

Jika sinyal tersebut mengindikasikan suku bunga akan tetap tinggi lebih lama, maka hal ini akan semakin memperkuat posisi dolar AS dan berujung pada tekanan terhadap mata uang Garuda serta pasar saham.

Alhasil, investor cenderung mengalihkan modal dari negara-negara berkembang, yang berujung pada pelemahan rupiah dan IHSG.

Dow Jones Industrial Average (DJIA) mencapai rekor baru pada perdagangan Jumat ketika para pelaku pasar mencerna data baru yang menunjukkan kemajuan dalam penurunan inflasi. Wall Street juga mencatat tiga minggu positif berturut-turut.

Indeks Dow Jones naik 137,89 poin atau 0,33%, berakhir di 42.313,00. Sementara itu, indeks S&P 500 turun tipis 0,13% menjadi 5.738,17, dan Nasdaq Composite turun 0,39% ke 18.119,59.

Penurunan sebesar 2% di saham Nvidia memengaruhi indeks Nasdaq yang berfokus pada teknologi.

Baca:
Ancaman Megathrust Nyata, Rumah Anti-Gempa Ala Jepang Dijual di RI

Ketiga indeks utama memperpanjang kenaikan mereka ke minggu ketiga berturut-turut, dengan S&P 500 dan Dow naik sekitar 0,6% selama periode tersebut. Nasdaq naik hampir 1% selama seminggu.

Para pelaku pasar menerima data inflasi yang menggembirakan yang dapat memberikan alasan bagi bank sentral untuk dengan percaya diri menurunkan suku bunga lebih lanjut. Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) bulan Agustus - ukuran inflasi yang disukai Federal Reserve - naik 0,1%, sesuai dengan ekspektasi para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones. PCE meningkat 2,2% dalam laju tahunan, di bawah perkiraan 2,3%.

Para pembuat kebijakan dan investor sama-sama berharap inflasi bulanan terus mendingin, memungkinkan biaya pinjaman terus turun, yang akan mengurangi tekanan pada neraca perusahaan dan rumah tangga.

"Sejauh inflasi tetap terkendali - dan kita terus bergerak ke arah tersebut - The Fed dapat sepenuhnya fokus pada pasar tenaga kerja, yang berarti kecenderungan untuk menurunkan suku bunga," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi di Independent Advisor Alliance.

Baca:
Terungkap! Ini 5 Provinsi dengan Kenaikan PHK Tertinggi

"Saat The Fed menurunkan suku bunga - terutama tanpa adanya pertumbuhan resesi - ini adalah dorongan besar untuk pasar saham dan obligasi dan pada akhirnya akan memberikan beberapa keringanan bagi konsumen yang lebih sensitif terhadap suku bunga," tambah Zaccarelli.

Wall Street mengakhiri sesi perdagangan dengan kemenangan, setelah serangkaian data meyakinkan para investor akan kekuatan ekonomi AS. Klaim pengangguran awal turun lebih dari yang diharapkan dalam minggu terakhir, menunjukkan pasar tenaga kerja yang kuat, sementara pembacaan akhir produk domestik bruto (PDB) kuartal kedua mencapai angka yang solid, yaitu 3%.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan mengalami pergerakan yang fluktuatif sepanjang pekan depan. Penyebabnya adalah kembali panasnya tensi geopolitik di timur tengah serta rilis data ekonomi dari dalam serta luar negeri.

Baca:
Daftar Pemimpin Hizbullah yang Tewas dalam Serangan Israel

Pandangan investor akan tertuju kepada rilis inflasi dan perkembangan manufaktur Indonesia pada Selasa (1/10/2024). 

PMI Manufaktur Indonesia Jadi Sorotan Tajam

Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Agustus 2024 yang cenderung mengalami penurunan dibandingkan Juli 2024.

Untuk diketahui, PMI manufaktur menggambarkan aktivitas industri pada sebuah negara. Bila aktivitas manufaktur masih kencang maka itu bisa menjadi pertanda jika permintaan masih tinggi sehingga ekonomi cerah.

Namun berbeda halnya jika PMI manufaktur mengalami penurunan yang mengindikasikan jika permintaan cenderung rendah dan berdampak pada perekonomian yang terganggu termasuk tenaga kerja.

Data PMI kerap digunakan untuk memahami ke mana arah ekonomi dan pasar serta mengungkap peluang ke depan. Oleh karena itu, negara dengan PMI manufaktur lebih dari 50 dianggap memiliki industri/manufaktur yang berjalan dengan baik/ekspansif. Ekonomi diperkirakan akan menanjak.

Sementara jika nilai PMI manufaktur kurang dari 50, maka aktivitas manufaktur sedang tidak baik atau dalam kategori kontraksi.

Aktivitas manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 48,9 pada Agustus 2024. Artinya, PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama dua bulan beruntun yakni pada Juli (49,3) dan Agustus.

PMI juga terus memburuk dan turun selama lima bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 dan terus anjlok hingga Agustus 2024.

Dalam laporan S&P Global mencatat, permintaan pasar turun dibandingkan Juli dan faktor utamanya adalah penurunan permintaan baru. Penurunan permintaan asing juga semakin cepat hingga paling tajam sejak bulan Januari 2023. Selain karena berkurangnya permintaan ekspor secara umum, beberapa panelis melaporkan bahwa tantangan pengiriman global membebani penjualan.

Melemahnya produksi dan permintaan baru menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di pabrik sektor manufaktur Indonesia. Secara umum, tingkat susunan staf menurun selama dua bulan berturut-turut, meski hanya sedikit. Dilaporkan bahwa tidak ada penggantian karyawan yang keluar atau pemberlakuan PHK sementara karena penjualan dan produksi menurun.

Deflasi Indonesia Masih Terus Berlanjut?

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (2/9/2024) merilis data IHK untuk Agustus 2024. IHK menunjukkan pelandaian dan di bawah ekspektasi konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia.

Secara tahunan (year on year/yoy), IHK masih naik atau mengalami inflasi sebesar 2,12% pada Agustus 2024 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat 2,13%. Secara bulanan (month to month/mtm), IHK turun tercatat mengalami deflasi sebesar 0,03%.

"Deflasi bulan Agustus 2024 lebih rendah dari Juli 2024 dan merupakan deflasi keempat 2024," kata Pudji Ismartini, Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, dalam rilis BPS, Senin (2/9/2024).

Deflasi empat bulan berturut-turut secara bulanan ini pertama kali terjadi sejak 1999 atau 25 tahun terakhir. Artinya, selama Era Reformasi, Indonesia baru mengalami deflasi empat bulan beruntun.

Deflasi empat bulan berturut-turut juga menjadi kekhawatiran tersendiri. Pasalnya, deflasi empat bulan berturut-turut semakin menegaskan sinyal pelemahan daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil saat ini.

Sebagai catatan, pada 1999 deflasi pernah terjadi dalam delapan bulan beruntun yakni pada Maret (-0,18%), April (-0,68%), Mei (-0,28%), Juni (-0,34%), Juli (-1,05%), Agustus (-0,71%), September (-0,91%), dan Oktober (-0,09%).

Perlu dicatat jika kondisi ekonomi Indonesia pada saat itu sedang carut-marut karena krisis pada 1997/1998.

Untuk Agustus 2024, penyumbang deflasi terbesar adalah makanan, minuman dan tembakau dengan deflasi 0,52% dan andil deflasi 0,15%.
Secara historis, IHK Indonesia lebih kerap mencatat inflasi dibandingkan deflasi. Catatan deflasi biasanya hanya terjadi sebulan kemudian diikuti dengan inflasi pada bulan berikutnya.

Babak Baru Perang Israel di Timur Tengah

Ketegangan antara Israel dan Hizbullah semakin mendidih. Hizbullah sebelumnya telah mengkonfirmasi bahwa Nasrallah telah meninggal dunia. Kelompok dari Lebanon tersebut mengatakan Nasrallah terbunuh setelah serangan udara Zionis yang berbahaya di pinggiran selatan.

Militer Israel mengumumkan Nasrallah tewas dalam serangan udara di Beirut, Lebanon bersama dengan beberapa komandan lainnya.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Sabtu pagi waktu setempat, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim bahwa Nasrallah tewas bersama Ali Karki, Komandan Front Selatan Hizbullah, selama operasi tersebut.

"Hassan Nasrallah, pemimpin organisasi teroris Hizbullah dan salah satu pendirinya, disingkirkan oleh IDF, bersama dengan Ali Karki, Komandan Front Selatan Hizbullah, dan komandan Hizbullah lainnya," kata Pasukan Pertahanan Israel, dikutip dari CNN internasional.

Militer terus menargetkan berbagai lokasi di Beirut, dengan klaim menyerang fasilitas penyimpanan rudal yang digunakan oleh Hizbullah. Daerah tersebut mencatat terdapat ledakan besar bergema di ibu kota Lebanon.

Angkatan Udara Israel melakukan serangan yang ditargetkan pada markas besar organisasi Hizbullah, yang terletak di bawah tanah di bawah bangunan tempat tinggal di daerah Dahieh, Beirut.

Konflik bersenjata tersebut dikhawatirkan menjadi bahan bakar bagi harga minyak mentah dunia untuk melaju. Terutama setelah Iran, salah satu produsen minyak mentah utama dunia, turut geram atas ulah Israel. Kenaikan harga minyak mentah dunia akan meningkatkan risiko inflasi.

Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi menegaskan pembunuhan wakil komandan Garda Revolusi Iran di Lebanon adalah kejahatan mengerikan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja, Minggu (29/9). Iran tidak akan tinggal diam atas peristiwa ini.

Seperti diketahui, Brigadir Jenderal Abbas Nilforoushan tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh Israel di Lebanon pada hari Jumat (27/9). Kejadian ini juga ikut menewaskan pemimpin kelompok milisi Hizbullah, Hassan Nasrallah.

Rilis Data Genting dari China dan AS

Para pelaku pasar juga akan mencermati rilis data dari China dan Amerika Serikat (AS) sebagai dua negara yang memiliki pengaruh dan kekuatan ekonomi besar bagi dunia.

China memulai langkahnya dengan laporan NBS Manufacturing PMI pada hari ini (30/9/2024). Dengan angka 49.1 di bulan sebelumnya, ekonomi terbesar Asia ini tampaknya belum sepenuhnya bangkit.

Di sisi lain, PMI Non-Manufacturing, meski sedikit melemah, tetap kokoh di zona ekspansi pada 50.3. Sentimen pasar mungkin berharap pada stabilitas General PMI dan Caixin Manufacturing PMI, yang memberi secercah harapan dengan konsensus mendekati 50.4. Ini adalah pertempuran antara realitas dan harapan di negeri Tirai Bambu.

Sementara dari AS, akan rilis data Non-Farm Payrolls AS. Konsensus berada di angka 142K, menandakan potensi perlambatan di sektor pekerjaan. Tingkat pengangguran yang diproyeksikan stabil di 4.2%, serta pertumbuhan gaji per jam yang diantisipasi melemah, menjadi penentu apakah Federal Reserve akan melunak di pertemuan berikutnya.

Secara keseluruhan, pekan depan dipenuhi oleh data ekonomi penting yang akan memengaruhi sentimen pasar global. Dari pertumbuhan manufaktur di China hingga data tenaga kerja di AS, investor akan fokus pada bagaimana data ini membentuk prospek ekonomi dan kebijakan moneter ke depan.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Penjualan Ritel Jepang (pukul 6.50 WIB)
  2. NBS Manufaktur China (pukul 8.30 WIB)
  3. Caixin Manufaktur China (pukul 8.45 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST): UANG

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Next Page Dow Jones Catat Rekor Tertinggi Sepanjang Masa
Pages Next

Read more