titik bet

2024-10-08 06:15:52  Source:titik bet   

titik bet,jebol toto,titik betJakarta, CNN Indonesia--

Politikus Partai Golkarsekaligus Wakil Ketua DPR, Lodewijk Friederich Paulus buka suara soal polemik pembersihan nama Soehartodi TAP MPR II/1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan yang bersih tanpa korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).

Lodewijk mengajak semua pihak berbesar hati dan melihat ke depan di tengah harapan pemerintah membawa Indonesia menjadi negara maju. Jika pembersihan itu bisa dilakukan kepada Sukarno dan Gus Dur, Lodewijk menilai hal serupa tak ada salahnya dilakukan pada Soeharto.

"Saat kita melihat ke depan, marilah kita berbesar hati. Founding fatherkita, Pak Sukarno sudah di itu, kan. Apa salahnya? Mungkin Bapak Gus Dur itu ada salahnya. Pak Harto ada salahnya. Mari kita melangkah melihat ke depan," kata Lodewijk di kompleks parlemen, Jumat (27/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lihat Juga :
Soeharto Dicabut di TAP MPR, Amnesty Nilai Langkah Mundur Reformasi

Eks Sekjen Partai Golkar itu tak sependapat jika pembersihan nama Soeharto sebagai bentuk toleransi terhadap praktik KKN. Menurut dia, larangan soal KKN telah diatur dengan jelas.

"Berpikir positif saja lah. Supaya kita, kalau itu terus ke belakang, kan nanti dia, 'oh kenapa dia boleh, kenapa ini enggak boleh'. Kapan mau selesai?" Katanya.

Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet sebelumnya menjelaskan bahwa pencabutan atau pembersihan nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR Nomor XI 1998 karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.

Selain itu, MPR juga menerima surat permintaan dari Fraksi Golkar pada 18 September 2024 terkait hal itu. Meski begitu secara yuridis, isi Pasal 4 dalam TAP tersebut tetap berlaku.

"Terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor XI/MPR 1998 tersebut secara diri pribadi, Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo saat membaca putusan.

Lihat Juga :
Alasan MPR Bersihkan Nama Soeharto di TAP MPR 11/1998 soal KKN

Sebelumnya, Amnesty International Indonesia menilai keputusan MPR terkait Soeharto merupakan langkah mundur perjalanan reformasi.

"Patut dikritik. Ini langkah mundur perjalanan reformasi. Jalan pengusutan kejahatan korupsi, kerusakan lingkungan maupun pelanggaran HAM selama 32 tahun Soeharto berkuasa belum selesai diungkap," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Kamis (26/9).

Usman mengatakan MPR menciptakan preseden buruk yang membuka jalan pemutihan dosa-dosa penguasa masa lalu. Menurutnya, hal itu akan berdampak pada kian menyempitnya ruang gerak masyarakat sipil. Selain itu, juga menyempitkan ruang gerak korban kejahatan masa lalu untuk menyuarakan hak-hak mereka.

Ia memprediksi kebijakan itu akan mempersempit ruang sipil bagi para masyarakat sipil yang bergerak di sektor anti korupsi dan korban pelanggaran HAM masa lalu.

Mulai dari korban peristiwa pembantaian orang-orang yang dicap pendukung PKI 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Lampung 1989, peristiwa penghilangan paksa 1997-1998, Tragedi Trisakti dan Kerusuhan Mei 1998, hingga korban peristiwa pelanggaran HAM selama penetapan status DOM di Aceh, Papua dan Timor Timur.

"Apalagi keputusan MPR ini juga beriringan dengan gagasan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Ini jelas melecehkan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM selama rezim Soeharto yang terus menuntut keadilan," ujarnya.

"Jika itu diambil, ini jelas berpotensi mengkhianati reformasi 1998, yang berusaha menjamin tegaknya kebebasan politik dan keadilan sosial," imbuhnya.

Lihat Juga :
MPR Cabut Nama Soeharto dari TAP MPR 11/1998 soal KKN
(thr/DAL)

Read more